Working Class in Red Revolution

UMK jakarta naik 40% jadi 2.2 juta.

Merdeka atau Mati ?

Chaos, investor lari meninggalkan Indonesia. Pindah ke China dan Vietnam.

Hmmmm. Aku rasa nggak.

Ciyus ? Miapah ? terus gue harus bilang WOW sambil koprol tiga kali gitu ?

Penduduk Indonesia akan menjadi 400 juta pada tahun 2050, saat itu penduduk dunia mungkin 10 milyar.  Indonesia sedang booming. Salary adjustment dan pabrikasi beralih ke mesin adalah sebuah fenomena untuk survival. dari dua sisi. working class dan pemilik modal.  Anda, eh, …. elu, ade di mane ? 😀

 

Wisata Demo Surabaya

Bulan Maret kemarin, sak Ngindonesia heboh sama kenaikan BBM.  jadilah bulan maret, terutama minggu minggu terakhir jadi ajang demo tiap hari.  papah bonbon, tentu saja nginjer peluang buat jeprat jepretnya. huhuyyyy …. 😀

Buat yang belum kebagian motret bulan maret atau pas April Mop kemarin, ntar bulan Mei ada rame rame Mayday kok.  kenaikan UMR biasanya.  So, tunggu waktu dan liat sikon aja.  Pasti seru !.

Yang ini gaya demo nya hizbut tahrir

 

kalau yang di bawah ini gaya demonya PMII

 

dan ini gaya demonya masyarakat miskin kota

Remembrance 10 November 1945

10 november 1945

itu waktu 67 tahun yang lalu.  Masa merdeka kita, negeri ini, telah melampau waktu yang bisa menghasilkan tiga generasi.

67 tahun yang lalu

  • seorang jenderal Inggris, berkubang nyawa di tengah amuk arek Suroboyo
  • bendera merah putih biru, bendera belanda yang dikibarkan di hotel Yamato oleh sisa sisa walanda di negeri ini, direbut, disobek, dan dikibarkan sebagai bendera merah putih

http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_Hotel_Yamato

http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November

 

Laporan Keuangan dan Komunikasi Politik

Jawa Pos hal. 2. Jum’at, 16 September 2011.  Lap Keuangan sebuah PTN di Surabaya.

# hebat.  kampus sudah publikasi laporan keuangan.  Transparan.  hebat !

Trivia :

# Mengapa yang ditampilkan adalah data smt I 2011 vs 2010.  Padahal yg 2011 hanya 6 bulan (dan belum di audit) sedangkan yg 2010 full satu tahun, jadi membandingkan data 6 bulan vs satu tahu jadi gak relevan, bukan ?.   Apalagi kita tahu, dana dari pemerintah banyak yang baru cair di akhir tahun.   harusnya yang diperbandingkan 2010 dan 2009.  2011 smt 1 ditampilkan bolehlah, tapi pembanding yg periodenya sama ada, pembanding untuk indikasi terkini ada.  kalau hanya 6 bulan vs 1 tahun, yah, gak cakep aja.

# Btw, kantor akuntan yang mengaudit milik salah satu dosen fakultas ekonomi bukan, yah ? Dunno juga. Ada yang bisa bantu info, kah ?

Ilustrasinya :

pengeluaran unair smt I-2011 = 200 M (6 bulan), tahun 2010 = 485 M (satu tahun), institusi ini ingin memperlihatkan kalau dalam 6 bulan pengeluaran dia kira kira sama dengan pengeluaran dia selama 6 bulan tahun sebelumnya (profil yg ingin diperlihatkan adalah : hebat, hemat atau biusa juga, lagi pelit nih buat dana mahasiswa dan operasional, secara kita lagi cancut taliwanda).

Lalu bagaimana dgn pendapatan ?  Tanya juga, mengapa pengeluaran tahun 2009 tidak ditampilkan ?  Jangan jangan selain pendapatan yg suka tiba tiba besar di akhir tahun, pengeluaran ternyata nggak kalah gedenya di akhir tahun.  Secara menghabiskan budget gitu, lho.

Pendapatan smt.1-2011 = 213 M (6 bulan, bayar spp dan uang gedung th.ajaran baru 2011 blm masuk tuh :p) sedangkan 2010 = 994 M.  Terlihat bahwa pendapatan 2010 jauh lebih besar daripada smt.1 2011.

Menurut saya, (bisa jadi sangat subyektif lho yah), nampaknya ini cara institusi untuk menggedor publik, “liat donk, kami butuh uang melalui spp mahasiswa baru. makin banyak “mungkin” makin baik”.   Padahal, peneriman tahun 2009 justru tidak ditampilkan. Terutama pos penerimaan Sumbangan Pengembangan (Pendidikan) yg dimunculkan 8.6 M sedangkan tahun lalu 89M.  total dana masyarakat smt.1 ini 81M sedangkan tahun lalu 230 M.  Terjun bebas lho dana partisipasi pendidikan dari masyarakat.  Hmmm.   Dari sudut pandang komunikasi massa : ini jelas komunikasi ke publik dengan special purpose. bravo !.

FYI : beberapa waktu belakangan ini, di institusi tersebut terjadi demo mahasiswa yang mengeluhkan uang kuliah yg mahal di institusi tersebut.   Jadi kalau sekarang di komunikasikan kalau, “liat tuh, tahun 2011 pendapatan kami terjun bebas, sementara pengeluaran tetap”. mosok sih alert seperti ini tidak : “ring a bell?”.  Jelas jelas ini untuk kick out demo kagak jelas dari depan batang hidung institusi yang bikin penerimaan institusi jadi seret bin mampet.

Secara tersirat, institusi ingin menyampaikan, “biaya pendidikan mahal, kami butuh tarik dana lebih banyak, dan demo tidak berguna itu sebaiknya berhenti saja“.

Mantap juga.  Sekali pukul, dua tiga pulau terlampaui.

Pulau Merah & Tambang Emas Tumpang Pitu

Di balik bukit ini, adalah tambang emas Tumpang Pitu.  Perusahaan INM mendapat lisensi menambang di sana.  rakyat banyak, juga beramai ramai membuat tambang tradisional, mengeruk kekayaan dari bumi nusantara.

So far, so good dengan gunung ini, eh ?  Langit biru, bukit hijau, laut jernih ?

Lima tahun lagi, masihkan anak anak bermain di sini ?

Masihkah senja semarak ini ?

Nyetreet dari Pasar ke Pasar

minta ijin kawan kawan semua.

kalau diijinkan, ingin share sedikit hasil nyetrit dari pasar ke pasar.  mulai pasar pacar keling, pasar loak kapas krampung sampai pasar besar malang.  hehehe 😀
senjata : nikon FE, nikkor Ais 50mm f1.4, kodak color 200, canoscan 4400f

dalam perburuan mencari besi tua di pasar besar malang, sepintas dari ketinggian di lantai dua, loss elektronik, suasana pasar tumpah di pasar besar malang. papabonbon mendapatkan mju ii lagi di mari.

pasar besar malang

lapangan rampal, celaket, ngalam
keliling keesokan harinya meninjau suasana pagi di kota malang.  rampal yang dulu terbuka, sekarang lebih tertutup, namun juga lebih cantik. daerah hijau, track lari, tempat halang rintang, lapangan basket dan senam lebih tertata.

sayang, pagar disekeliling lapangan dan hanya satu pintu yang terbuka di antara banyak pintu yang ada membuat hati mencelos, ketika akses ke ruang terbuka hijau jadi bikin susah hati.

lapangan rampal malang. rupanya bukan lagi simbol kebebasan di sana.  tapi simbol kunci jiwa merdeka.

atau jangan jangan jiwa kita sudah digadaikan ? entah pada industri atau pada asap rokok semata. yang pasti, semua demi kecintaan pada kelestarian alam.  hijauuuu !!!

dari malang, kita kembali ke ranah surabaya. konon kabarnya, kota terbesar kedua di indonesia.  tentu setelah jakarta, bogor, tangerang dan bekasi.  hehehe :p  oke lah, let’s jump.  dan sampai jasad kita di pasar pacar keling.

hah !.  siapa bilang di kota besar tidak ada pasar tradisional ? ada bro !  mereka eksis ditengah himpitan hutan beton ibukota. dan ribuan keluarga hidup dari eksistensi pasar ini.

dari salah satu sudut pasar.  LIA ? seperti nama sebuah tempat kursus bahasa inggris yang terkenal huh !

dan siapa bilang pasar tradisonal tempat yang menakutkan bagi fotografer ?  no … no … mereka ramah. bahkan cenderung narsis punya.  😀  hehehe

di sela sela pasar tradisional yang mengisi sela kehidupan kota, ada peninggalan masa lalu teronggok.  bioskop kuna dari jaman baheula. menjadi tempat meletakkan tubh di kala hari terbenam bagi mereka yang tak memiliki rumah dan tempat berteduh permanen di pelosok kota.

dan generasi seniman mengasah bakatnya di mana pun berada

sampailah kemudian kita melangkahkan kaki di persimpangan jalan gembong dan kapas krampung.  surga loakan yang di antaranya menghidupi mahasiswa rudin dari pelosok sampai meraih gelar sarjananya, menghidupi banyak jiwa jiwa yang tak dipedulikan mesin industri dan kuasa pemerintah. semoga jiwa jiwa nestapa bebas dari kungkungan penjara dunia.

udara kota yang menyesakkan.  dikepulkanlah asap, supaya rongga dada ini dapat sedikit bebas.  plus sedikit merebut kenikmatan dunia, yang tidak semua hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berada.

banyak jiwa yang berlalu lalang di mari. dari the innocent one, sampai para orang tua dewasa yang berbahagia dengan kehidupannya.

pembebasan itu kadangkala didapatkan lewat senjata dan tindakan radikal. huffff … apakah itu termasuk kita ?.

ilegal.  sad but true.  pemasok senjata berkeliaran di sekitar kita. memberi jalan short cut untuk meraih dunia.

ataukah ini akan menjadi wajah kita.  jiwa jiwa kerdil di tengah himpitan kerasnya hidup di perkotaan.  BANGGGG !!!

 

baca juga :

http://www.kenrockwell.com/nikon/fe.htm

PKS masihkah peduli pemberantasan korupsi ?

Ada tiga jenis warga negara yang bisa menjadi alat timbangan bagi kita, termasuk jenis warga seperti apakah kita selama minggu terakhir ini :

  • warga apatis, ciri cirinya : hanya sibuk ngobrolin gadged dan urusan kuliah
  • warga kritis idealis : yang ramai ramai mendukung kpk dan hari ini kembali ikut bergabung dalam grup fesbuk “anti evan brimob”
  • warga keluarga besar aparat : sedang galau, mau apatis atau ikutan kritis, di saat yang sama, kalau ngomong nyolot bisa bisa kena “trial by the press” kayak si evan, huahaha 🙂  gak ngebayangin anggota polisi yg ditugaskan di KPK, mereka mikirnya gimana yah ? :p

http://www.pemiluindonesia.com/wp-content/uploads/2009/07/59136_presiden_pks_tifatul_sembiring__thumb_300_225.jpg

Tapi ternyata ada yang lebih apatis dibandingkan si warga apatis di atas.  Lha, siapakah mereka ?  Ternyata partai politik.  Yang nggak sampai sebulan yang lalu sibuk audisi calon model di Cikeas.  Lebih hermannnn lagi dengan yang terkasih ikhwan kita, yang mewakili partai di kursi menkominfo.  Yup, ke mana kah suara bang Tifatul beserta gerbong PKS, mengapa mengambil jalan yang sangat disayangkan, memilih berdiam diri, tidak berkomentar sama sekali dalam ricuh KPK – Polri.  Dan nggak cuma PKS saja, yang lain juga.  Selama dua tiga hari ini papabonbon menunggu suara dari parpol.  Halah, sepi.   Nggak bisa diharapkan.

Jadi ketika hari ini bang Hok An,  teman di milis AKI mempertanyakan hal yang sama, papabonbon ikut mengamini.  Yep, pertanyaan kita sama, apakah partai politik telah gagal di Indonesia ?  Di luar trial by the press, pembentukan opini penuh nuansa politik via media massa lho yah, dimana akhirnya makin tidak jelas arahnya menjadi bola liar.  Tapi semua sebenarnya bermuara pada satu hal : “rakyat jelas jelas ingin hukum ditegakkan, korupsi diberantas”. 

Jadi pertanyaan pribadi bagi papabonbon : bisa nggak sih partai politik itu menyuarakan aspirasi masyarakat secara tulus tanpa harus dibarengi insentif punya “kursi” dalam kabinet atau perlemen atau pemda ?  dan hari ini sengaja aku catat di blog dan di fesbuk, atas diamnya PKS seribu satu bahasa, supaya aku bisa mengingat di kemudian hari.

Mungkin jawabannya adalah :  Seharusnya bisa, dan sangat mungkin.  Jadi kalau tidak bertindak, apa halangannya ?  Bisa jadi takut dianggap membuat ricuh dan membuat persoalan makin blunder, mungkin juga mengganggap ini bukan masalah penting, atau bisa jadi dianggap bisa merugikan posisi partai, dus, bakalan bisa merugikan perjuangan umat Islam, padahal bisa mendapatkan jatah kursi di kabinet perlu perjuangan keras.  Masa baru dilantik langsung jadi anak bandel ? Kan nggak sopan, bukan ?

17 Agustus 1945

gambar dari sini

Besok 17 Agustus.  14 tahun sejak lulus dari Lembah Tidar, dan 9 tahun sejak meninggalkan bangku kuliah.  Ingat ingat jaman kuliah dulu, teman teman aktivis sangat hobi mempertanyakan makna kemerdekaan.  Setiap peristiwa, kejadian dan event selalui dicarikan maknanya dengan arti kemerdekaan.  SPP naik, berarti Indonesia belum merdeka.  Presiden masih mbah Harto, berarti kita belum merdeka dari tekanan penguasa.  Kurs rupiah anjlok dari 2,500 ke 14 ribu, tambah kagak merdeka lagi.  BUMN rame rame dijual ke asing, penjajahan jenis baru.

Pada era sekarang ini, dimana euforia demokrasi ditunggangi partai partai Islam untuk berjualan ideologi moral, nampaknya keluhan dan pencarian makna kemerdekaan ini juga ditafsir ulang oleh para aktipis.  Terutama sekali oleh para aktipis yang berada di pinggiran, yang menjadi clandestine dari para clandestine.  Para ninja dari kaum burakumin, yang punya loyalitas tak terhingga pada tegaknya khilafah, namun merasa punya ruang gerak lebih luas dibandingkan para aktipis yang masuk ke partai, yang otomatis ruang geraknya dibatasi oleh paugeran dan norma norma demokrasi.

Hermeneutika dipakai, penafsiran kembali dilakukan, pemaknaan diarahkan pada nilai nilai ideologi yang diyakini lebih tinggi dibandingkan nasionalisme buatan manusia, sintesa pun dihasilkan dan sisi liar pun nampak sudah.  Hasilnya jelas sekali.  Ada bom dimana mana.  Dan jeleknya dengan cara pengecut, tanpa pengakuan jelas siapa musuh mereka, siapa mereka dan apa yang diperjuangkan, dan apa yang mereka inginkan.  Tidak ada pengakuan atau tanggung jawab terhadap pemboman yang terjadi yang mereka lakukan.  Apalagi ketika organisasi islam mainstream lain dan banyak partai islam yang sudah mendapat kursi di parlemen ternyata justru tidak mendukung kegiatan mereka, bahkan beramai ramai menghujat habis habisan.

Jadilah yang mendukung mereka hanya akar rumput islamisme yang sepaham dan diam diam menaruh simpati pada mereka.  Kita semua bersaudara, dan memperjuangkan kemerdekaan yang sama.  Dimana Islam ya’lu wa yu’la alaik.  Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.  Jadilah pemboman demi pemboman terus berlangsung.  ada yang ditangkap, toh bom jalan terus.  patah tumbuh, hilang berganti.  Demikianlah perjuangan.  Isy karima aumut syahidan.

Apakah sudah saatnya bagi orang Indonesia yang tidak memperjuangkan negara Islam harus menyerahkan tanah air dan tumpah darahnya pada mereka ? Para pejuang keadilan itu ?  Apakah teriakan bung Tomo yang menjadi operator resolusi jihad dari para Ulama NU di masa itu untuk berjuang melawan penjajah belanda demi tegaknya sebuah Indonesia, negara baru yang tidak berasaskan Islam itu, harus kita akhiri dengan menyerahkan tanah kelahiran ini pada para pejuang syariat ?

Sebuah renungan untuk kita, Indonesia, akankah sunatullah itu berarti menjadi negara yang berwarna warni, polichromatic ataukah homogen, berwarna hijau semata ?

Btw, mengapa harus kita serahkan negara ini begitu saja pada para dpejuang syariat ?  jawabannya sederhana, karena sudah mereka minta.  Kalau negara ini belum menerapkan syariat Islam, maka para pejuang merasa hukum Islam dilecehkan, dan mereka akan berijtihad sendiri dengan membuat bom.  Toh mereka merasa dirinya bukan teroris, yang teroris itu yang Amerika dan Israel.  Bisa kita simak kesimpulan diatas, ada dalam baris demi baris wawancara detik dengan master dari para jihaders ini, ust. Abubakar Ba’asyir.

Rabu, 22/07/2009 12:29 WIB
Ba’asyir: Tidak Ada Aktivis Islam Menjadi Teroris

Bakar Ba’asyir menegaskan tidak ada aktivis Islam yang ikut gerakan teroris. Menurutnya, terlepas salah atau benar tindakannya, para aktivis itu hanya mereaksi tindakan-tindakan pemerintah dan negara-negara barat yang dinilai melecehkan Islam dan hukum Islam.

Tidak ada aktivis Islam yang teroris. Mereka adalah pejuang Islam dengan itjihad mereka sendiri. Teroris yang sebenarnya ya Amerika dan sekutunya itu. Mereka hanya mereaksi serangan permusuhan terhadap Islam yang dilakukan musuh Islam,” ujar Ba’asyir kepada wartawan di Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Solo, Rabu (22/7/2009).

Selain itu Pemerintah Indonesia juga dinilai tidak punya nyali karena tidak mau menerapkan hukum Islam dalam pemerintahan di negara yang mayoritas Islam. Menurut Ba’asyir, para aktivis Islam yang disebutnya sebagai para mujahid itu akan dengan sendirinya reda jika hukum Islam diterapkan.

13/08/2009 – 15:54

‘Doa’ Abubakar Ba’asyir untuk Teroris

INILAH.COM, Jakarta – Abubakar Ba’asyir, pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo, membacakan doa bagi dua jenazah yang terlibat jaringan teroris pembom Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli. Bagi kalangan Islamis radikal, doa simbolis Ba’asyir itu menunjukkan sinyal bahwa Air Setiawan dan Eko Joko Sarjono dianggap sebagai ‘pelaku jihad’, bukan teroris. Mengapa?

Langkah Ba’asyir itu sungguh simbolis, seakan meneguhkan apa yang dinyatakan Orientalis Prof Bernard Lewis sebagai ‘bahasa politik Islam’. Di sini cap teroris oleh pemerintah dan publik dibaca secara berbeda oleh para Islamis. Sebab kelompok yang mengantar jenazah Air dan Eko melihat kedua sosok itu sebagai para ‘jihadis’, bukan teroris. Perbedaan cara pandang ini sangat laten dan itu menandai adanya persepsi yang berbeda secara diametral di antara masing-masing kutub.

“Kutub pemerintah memberikan stigma teroris bagi Air dan Eko, sedangkan kutub kelompok Muslim radikal menganggapnya ‘jihadis’. Ini memang salah satu problem yang menyulitkan langkah membasmi terorisme,” kata Noorhaidi Hasan PhD, peneliti Islam radikal dan dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

baca juga :

http://www.detiknews.com/read/2009/07/22/122955/1169335/10/-baasyir-tidak-ada-aktivis-islam-menjadi-teroris

http://inilah.com/berita/politik/2009/08/13/141642/doa-abubakar-baasyir-untuk-teroris/

http://suarapembaruan.com/News/2009/08/14/Editor/edit3.htm

SBY curi start kampanye ???

foto berasal dari sini

Ini foto di Bandar Kamal, Madura.  Diambil hari jum’at sore, tanggal 29 Mei 2009.  Rupanya bapak kita tersayang bersama boss Karwo, gus Ipul dan bupati Bangkalan sepakat untuk start kampanye duluan buat partai Demokrat (secara kapan coba bikinnya baliho, kok tahu tahu tgl 29 Mei sudah ready gitu aja di Bangkalan).  Anak kecil juga tahu kalau ada yang main main dengan pembuat aturan, hehehe …

Yeah …  hari gini, secara dosen ane aja berani kampanye MLM di kelas pasca sarjana sebuah PTN negeri terkenal … huehehhe …  So, mari dukung SBY, mari dukung tegaknya moral bangsa ini, dukung balkan kaplale, PKS dan pendekar moralitas lainnya, mari kita makan makan …

Lagipula baliho super duper besar dan guedhenya ini jelas jelas membuktikan kalau di jawa timur ini, aparat pemerintah selevel gubernur, wakil gubernur dan bupatinya rame rame mendukung calon presiden tertentu (incumbent).  Uang pajak rakyat jawa timur dipakai buat petualangan fulitiek ???

 

*ditulis dengan rasa pahit di hati*

NB : jadwal kampanye sedianya 13 Juni-4 Juli 2009 dimajukan menjadi 29 Mei-4 Juli

baca juga :

  1. http://id.news.yahoo.com/antr/20090525/tpl-mendagri-perubahan-jadwal-kampanye-p-cc08abe.html
  2. http://politik.vivanews.com/news/read/59508-kampanye_capres_mulai_29_mei_berakhir_4_juli

Adian Husaini dan Hermeneutika

Mr Adian already graduated from IIUM-ISTAC with his Ph.D degree.  His thesis titled Critical Reading of the Second Vatican Council’s Documents in the Light of the Ad Gentes and and the Nostra Aetate received “Very Good PhD Thesis”. 

Something that I don’t understand is the fact that Mr. Adian well known for his opponent standing against the use of hermeneutics upon religious text.  Then, it is something weird that he use mostly of hermeneutics method for his disertation.

Let us refer “critical reading” to wiki definition :  http://en.wikipedia.org/wiki/Critical_reading

Epistemological issues

Basically is critical reading related to epistemological issues. Hermeneutics (e.g., the version developed by Hans-Georg Gadamer) has demonstrated that the way we read and interpret texts is dependent on our “pre-understanding” and “prejudices”. Human knowledge is always an interpretative clarification of the world, not a pure, interest-free theory. Hermeneutics may thus be understood as a theory about critical reading.

===

The paragraph above explain us that mr. Adian about use Gadamer approach on hermeneutics.  So, what can I say then ?

I love you mr. Adian … :))