Hunting Lowlight & Slowspeed di Taman Remaja Surabaya

Dimana hunting foto kalau malam di Surabaya ?

Tempat yang asik ya, tempat yang banyak lampunya donk.  Coba deh, disebut,  Icon kota Suro dan Boyo di go skate Gubeng atau di depan KBS, terus Siola yang sekarang ini ngejreng magrong magrong, plus Taman Remaja Surabaya di Kusuma Bangsa.  atau ada yang mau motret kota dari atas.  bercity scape ria ? yang ini papabonbon belum pernah je.  huhuhu.

Taman Remaja ? namanya serasa jadoel, hehehe … mungkin konsepnya rada rada ke orang pacaran atau tempat mainnya anak usia SD – SMP kali yah.  Taman bermain yang jaya jayanya tahun 80an sepertinya.  Soalnya konsepnya rada rada jadoel juga sih untuk ukuran jaman sekarang.  Tapi kalau pingin motret merry go round dengan lampu dan kuda kudaan yang bergerak cepat, atau roller coaster dengan lampu lampunya, di Taman Remaja inilah tempatnya.

papa bonbon bersama teman teman penggemar analog, komunitas fokususu dan tamu kehormatan dari komunitas pentax minggu lalu menikmati memotret hunting lowlight dan slowspeed di Taman Remaja ini. Tempatnya asik, tiket masuk 10 ribu, parkiran cukup nyaman, dan yang paling penting, buka sampai jam setengah sebelas malam.  eaaa. keren.

Hanya sayang ada gangguan.  Yang sejatinya yang perlu ijin (dan mungkin bayar) adalah kegiatan pre wedding dan kegiatan sekolah, kita didatangi dua orang (sepertinya orang marketing) yang meminta kita datang ke kantornya dan meminta kita menghapus foto kita dengan dalih takut dikomersialkan.  wtf !!!

suasana di kantor marketing Taman Remaja Surabaya, tempat kita disidang karena memotret di sana.

benar benar merusak mood, mengganggu kenyamanan, apalagi ternyata interupsi dilakukan tanpa dasar yang jelas. akibatnya ketika kita protes menanyakan peraturannya, mereka yang petugas tidak bisa menjawab.

  • kita minta formulir untuk pernyataan tidak akan mengkomersialkan foto (seperti di House of Sampoerna), ternyata mereka tidak punya
  • kita minta uang kita dikembalikan, dan kita akan menghapus foto dan pergi dari tempat itu, mereka juga tidak bersedia.

orang yang aneh.  eeaaaaa !  😦

 

yang pasti kerumitan semacam ini nggak ditemui ketika papabonbon memotret Siola.  Lancar jaya tuh, gak pakai didatangi satpam, ataupun pak pulis, kendati lokasi memotret persis di depan pos jaganya pak polisi.

Danbo Loves Film !

Beberapa waktu lalu, papabonbon dolan ke Magelang.  Kampus jaman sma dulu menjadi tempat tujuan.  Lewat magelang, tentunya ndak afdhol kalau gak mampir ke Jogja donk.  Jadilah, motret pakai film hitam putih dan lensa wide nikkor afd 18-35mm jadi saat saat yang paling dinantikan, hehehe 😀

Okeh, inilah dia penampilan gear yang dipakai.  jangan ketawa yah.  Gini gini naikong pilm lho, meskipun penampilannya modern.  hehehe … kan, pas terakhir dolan sudah bawa yang kokang, jadi yang sekarang ini gantian deh, yang sudah ada motor af juga diberdayakan.  gitu lho.  hehehe 😀

Yang dibawah ini papabonbon iseng motret sebuah prasasti di kampus.  kata kata yang tertera di prasasti ini, menurut beberapa orang mempunyai arti tersendiri buat mereka.  maklum, kampus ane unik.  disiplin militer, tapine sipil.  jadilah, orang yang hidup di sini kudu berdamai antara aturan yang ketat dan disiplin ala spartan, di saat yang sama dituntut untuk bisa memberdayakan akal dan kreativitasnya seluas luasnya.

btw, kampusnya papabonbon ini memang negeri penuh prasasti lho.  di bagian depan sekolah, di ruang yang besar banget yang bernama balairung pancasila malah ada tiga prasasti.  satu di depannya prasastinya pak Harto (salah satu presiden kita yang paling kontroversial, hehehe), terus ada prasastinya pak Moerdani di dalam balairung, terus di belakangnya, ada prasastinya pak try sutrisno.

overall, puas bangetlah ane karena cita cita memotret kampus lembah Tidar pakai film hitam putih kesampaian juga.  Film kodak BW400CN juga sangat memuaskan, detailnya dapat, dan hasilnya smooth.  mantep nih film.  nyucinya juga enak, soalnya diproses ala bw biasa bisa, diproses di studio dengan c-41 juga bisa.  Yang jadi masalah hanya satu, harganya mahulll.  hehehe 😀

 

 

 

a portraiture of beloved one in b/w film

salah satu kebahagiaan adalah ketika ekspresi kita punya keterkaitan langsung dengan hobi kita.  misalnya, saya seorang ayah yang bangga punya anak lucu, dan hobi saya memotret.  lagipula, saya, papabonbon hobinya ngeblog.

maka saya akan hepi banget kalau bisa melihat ekspresi si anak semata wayang terpampang di blog kesayangan. apalagi kalau foto itu dibuat dengan susah payah dan melalui proses yang panjang.  sedap sekali rasanya.  bayangkanlah rasanya.

  • pertama tama engkau memilih kamera film kokang mana yang akan dipakai
  • lalu menimang nimang film mana yah yang akan dipakai jepret, apakah si untung 100, kodak tri-x, fuji neopan ss, kodak  bw400cn
  • cari momen, metering, komposisi, atur speed, jepret
  • cuci film bw itu ketika sudah selesai jepret ke 36 kali
  • hati dag dig dug ser, apakah jepretan berhasil, apakah cucian film normal
  • hasil jadi, kamu pergi ke studio untuk scan klise
  • hemmm, ketika hasilnya memuaskan, rasane maknyusss, jerrr !

seperti ini misalnya.  hehehe !

foto hitam putih dengan film bw – si untung lucky shd 100

kenapa harus Ultra Wide Lens ?

Ada pertanyaan teman, “kenapa harus Ultra Wide Lens kalau bisa Photomerge?”.  Photomerge itu menggabungkan beberapa foto menjadi satu, jadinya satu foto yang wide banget.  Istilah lainnya menjahit.  Dengan melakukan merge beberapa foto yang berkualitas, hasilnya jadi foto yang bagus kok.  Coba deh, dolan ke Priotography

Percaya gak percaya, itu semua foto jahitan.  keren kan !

Tapi coba perhatikan.  Foto foto landscape dan arsitektur itu dibuat tanpa melibatkan unsur manusia.  bagaimana misalnya kalau ada rombongan teman teman yang kita potret dengan sistem stitch atau merge ? sulit dan bisa bisa kepotong potong, karena manusia cenderung bergerak. ada geser dikit aja, kagak match hehehe … 😀

Terus kalau ada perubahan kondisi cahaya, penggabungan fotonya bisa belang belang ada yang terang, ada yang sedikit gelap. misalnya saat bluehour, atau fireworks, kalau terdiri dari beberapa jepretan, bisa bisa ada bagian yang jadinya nampak aneh bin ajaib.  Lagi pula harus post processing lagi, kerjanya kudu beberapa kali.  Karena itulah lensa wide diperlukan.  Meskipun harganya kagak kira kira.  hehehe 😀

Ini beberapa hasil jepretan dengan smc K pentax 20mm f4 di fullframe pentax MV-1 (sensor Fuji Superia 400 kadaluarsa 2008)

ada efek 3D – tiga dimensinya.  hihihi … 😀

lensa 20mm f4 di fullframe ini kira kira setara dengan lensa 14mm di kamera aps-c (Digital SLR). tapi beda harga lensanya sudah seperti bumi dengan langit (sapa bilang pake digital lebih murah ?) .. hehehe 😀  yang yang penting fun aja deh.  🙂  Enjoy !!!

 

Soerabaja : 2010

Kota surabaya di tahun 2010 ini banyak berubah.  berbeda dengan tahun 2000 ketika papabonbon awal bekerja dulu, dan berbeda pula dengan tahun 2007 awal kepindahan papabonbon dari Jkt.

Pentax MZ-7 + Lucky SHD 100

Surabaya makin ramah dan memanusiakan penduduknya.  Kalau teman teman melihat posting saya sebelumnya di sini yang terlihat di sana adalah taman.  Ya, taman kota dibangun di banyak penjuru kota. lengkap dengan sarana bermain anak.  kota surabaya menjadi hijau dan menyenangkan.  pedestriannya juga dibangun dengan baik.  jalan jalan sore di surabaya, ketika matahari tidak lagi terik dan membakar kulit, sepertinya oke juga.  asik.  mengingatkan pada lagu lama, “rek ayo rek … mlaku mlaku nang Tunjungan ….”.  hehehe 😀

Pentax MZ-7 + Lucky SHD 100 + Canoscan 4400f mode greyscale di scan ke color

Kegiatan budaya, kendati di kota industri dan dagang juga dicoba disemarakkan.  selama ini kan kota budaya adalah Bandoeng dan Ngayogyakarta hadiningrat.  Kota sibuk macam Djakarta dan Soerabaja sulit melahirkan seniman yang mengakar dari budaya masyarakatnya.  Yah, di Sby kita kenal ludruk dan parikan.  Sekarang ini sulit tapinya melihat tunas tunas generasi penerus.  Toh, di sudut sudut kota seni ini terus dikembang biakkan dari yang lokalan, yang seringkali mengambil tempat di gedung kesenian cak Durasim ataupun di Balai Pemuda, maupun pusat budaya asing seperti Goethe Institute dan CCCL. juga di kampus kampus yang mengembangkan teaternya.

nikon F80 + Kodak Color 200

mungkin pengembangan kegiatan berkesenian di Serbeje ini meniru konsep seperti Broadway di NY.  kota ramai, dimana orang sibuk dengan aktivitas bisnis, tapi seni kontemporer terus tumbuh kembang, dan survive dengan baik.

Hobi baru di dunia fotografi juga turun menghempas kota ini.  Sampai tahun 2008, pemilik DSLR tidak banyak.  Masuk 2009, anak fakultas kedokteran yang terkenal serius sudah banyak yang punya kamera segede gaban.  acara kampus bikin lomba fotografi di kalangan mahasiswa sudah tidak heran lagi.  tahun 2010 ini booming.  Oktagon buka Oktarent di Surabaya, Canon buka service centrenya, ada orang yang buka toko kamera khusus merk tertentu,  Gudang Kamera misalnya, khusus jual Nikon.  Sudah berbeda konsepnya dengan toko peralatan fotografi tradisional yang menjual semua jenis sekaligus.  Seperti toko Apollo, Sumber Bahagia, Sinar Bahagia, Aurora, yg sama sama buka di sekitaran jl. Kramat Gantung dan dekat J.W Marriot.

Hunting bareng ? Yang seperti apa sih ?

nikon F80 + Kodak Color 200

ilustrasi di atas cukup menjelaskan makhluk bernama hunting, bukan ?  diambil dari dokumentasi hunting bareng analogers surabaya di lanud Djuanda.

Lho, ternyata pertanyaannya,  apa bedanya dengan yang digital.  hihihi … maklum jepretnya pakai film warna. keliatan kurang jadoel.  kalau yang ini bagaimana ?  😀

olympus mju ii + lucky shd 100 @ st. gubeng

Street Photography, Black white + cuci dewek

papabonbon benar benar ndak nyangka, dari dslr, akhirnya pindah jadi pengikut kultus kamera film jadoel.  Yah, rada ngehip lah ini komunitas berkat anak anak Lomo yang fight back to 60’s. hehehe …

genre yang sekarang diamati dan diminati papabonbon adalah street photography.  spesifik karena senjatanya adalah kamera film jadoel yg gak nakutin orang, enteng, jepretnya pakai film b/w. pakai item putih ? yess. jadinya eksotik. asalkan memotret dengan benar dan mencucinya dengan benar. dan yang paling penting fun dan gak mahal ?  masa sih ? iya, serius deh.  coba yah, papabonbon ceritain dikit.

nyetrit itu fun

obyek potret gak jauh jauh. ada di sekitar kita.  pasar ke pasar, perkotaan. memotret manusia, atau lingkungan yang di huni manusia, menceritakan tentang makhluk manusia, interaksinya, perbuatannya.

ada kebanggaan sendiri ketika berhasil menaklukkan film murmer andalan lucky shd 100 yang biasanya ngeglow kalau ada cahaya atau langit.  (psst rahasianya, pilih angle yg sedapat mungkin kagak berhubungan ama langit, atau pakai lensa plastik –> mju ii atau seagull, atau anda lagi beruntung huehehe 😀

semangat itu juga makin bertambah ketika kita cuci film dan hasilnya bagus.  item putihnya asli, bukan hasil plug in photoshop.  nah, itu baru keren.  soalnya melalui tiga tahap, mastering kamera, mastering komposisi, dan mastering developing / cuci film.

fotografi dengan film itu jaman sekarang : murah meriah

  • kamera : asahi pentax ME dan lensa 50mm f1.4 di toko lima jaya, malang, harga 500 rb
  • film : lucky shd 100 black & white : 9 rb, kodak color 200 : 10,5 rb (bali indah, jl slompretan)
  • cuci film : micro fm dan acifix –> 12,5 rb (bisa buat cuci 5 roll)
  • scanner : 10 rb di copal, atau kemarin akuisisi canoscan 4400f harga 850 rb patungan sama analogers sby

yang paling penting sih kepuasannya.  karena tidak pernah membosankan.  hehehe …  fotografi digital acap kali membosankan, karena segala sesuatunya serba instan. serba pakai plug in.  banyakan di depan komputernya daripada pegang kamera di jalan jalan buat jepret.

belum lagi nyoba nyetrit, orang keburu kabur, karena kita bawa kaera segede gaban, atau nekat jepret di mall, didatangi satpam karena dianggap fotografer serius yg pengen jepret yg jelek jelek di mall.  hehehe 😀

Nyetreet dari Pasar ke Pasar

minta ijin kawan kawan semua.

kalau diijinkan, ingin share sedikit hasil nyetrit dari pasar ke pasar.  mulai pasar pacar keling, pasar loak kapas krampung sampai pasar besar malang.  hehehe 😀
senjata : nikon FE, nikkor Ais 50mm f1.4, kodak color 200, canoscan 4400f

dalam perburuan mencari besi tua di pasar besar malang, sepintas dari ketinggian di lantai dua, loss elektronik, suasana pasar tumpah di pasar besar malang. papabonbon mendapatkan mju ii lagi di mari.

pasar besar malang

lapangan rampal, celaket, ngalam
keliling keesokan harinya meninjau suasana pagi di kota malang.  rampal yang dulu terbuka, sekarang lebih tertutup, namun juga lebih cantik. daerah hijau, track lari, tempat halang rintang, lapangan basket dan senam lebih tertata.

sayang, pagar disekeliling lapangan dan hanya satu pintu yang terbuka di antara banyak pintu yang ada membuat hati mencelos, ketika akses ke ruang terbuka hijau jadi bikin susah hati.

lapangan rampal malang. rupanya bukan lagi simbol kebebasan di sana.  tapi simbol kunci jiwa merdeka.

atau jangan jangan jiwa kita sudah digadaikan ? entah pada industri atau pada asap rokok semata. yang pasti, semua demi kecintaan pada kelestarian alam.  hijauuuu !!!

dari malang, kita kembali ke ranah surabaya. konon kabarnya, kota terbesar kedua di indonesia.  tentu setelah jakarta, bogor, tangerang dan bekasi.  hehehe :p  oke lah, let’s jump.  dan sampai jasad kita di pasar pacar keling.

hah !.  siapa bilang di kota besar tidak ada pasar tradisional ? ada bro !  mereka eksis ditengah himpitan hutan beton ibukota. dan ribuan keluarga hidup dari eksistensi pasar ini.

dari salah satu sudut pasar.  LIA ? seperti nama sebuah tempat kursus bahasa inggris yang terkenal huh !

dan siapa bilang pasar tradisonal tempat yang menakutkan bagi fotografer ?  no … no … mereka ramah. bahkan cenderung narsis punya.  😀  hehehe

di sela sela pasar tradisional yang mengisi sela kehidupan kota, ada peninggalan masa lalu teronggok.  bioskop kuna dari jaman baheula. menjadi tempat meletakkan tubh di kala hari terbenam bagi mereka yang tak memiliki rumah dan tempat berteduh permanen di pelosok kota.

dan generasi seniman mengasah bakatnya di mana pun berada

sampailah kemudian kita melangkahkan kaki di persimpangan jalan gembong dan kapas krampung.  surga loakan yang di antaranya menghidupi mahasiswa rudin dari pelosok sampai meraih gelar sarjananya, menghidupi banyak jiwa jiwa yang tak dipedulikan mesin industri dan kuasa pemerintah. semoga jiwa jiwa nestapa bebas dari kungkungan penjara dunia.

udara kota yang menyesakkan.  dikepulkanlah asap, supaya rongga dada ini dapat sedikit bebas.  plus sedikit merebut kenikmatan dunia, yang tidak semua hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berada.

banyak jiwa yang berlalu lalang di mari. dari the innocent one, sampai para orang tua dewasa yang berbahagia dengan kehidupannya.

pembebasan itu kadangkala didapatkan lewat senjata dan tindakan radikal. huffff … apakah itu termasuk kita ?.

ilegal.  sad but true.  pemasok senjata berkeliaran di sekitar kita. memberi jalan short cut untuk meraih dunia.

ataukah ini akan menjadi wajah kita.  jiwa jiwa kerdil di tengah himpitan kerasnya hidup di perkotaan.  BANGGGG !!!

 

baca juga :

http://www.kenrockwell.com/nikon/fe.htm

Memaksimalkan kamera pocket

jendela dunia


halaman bermain ini ada di tk anakku
ini hari terakhirnya di Tk,
besok dia wisuda, dan masuk SD
lingkaran ban berjejeran ini, dan
mata yang tertuju ke depan
menjadi saksi waktu lalu, masa ini,
dan hari demi hari di depannya

Ada yang sudah pernah mencoba memaksimalkan kamera pocketnya tapi merasa tidak berhasil ? Ya, sama, papabonbon juga merasa begitu.

Dulu (sampai sekarang sudah tiga tahun, gak kerasa yah), papabonbon punya canon powershoot A630.  Perasaan waktu awal beli, puas banget dengan hasil jepretannya, tapi lama lama makin banyak orang yang punya DSLR, dan hasil jepretan plain dari kamera pocket terlihat jelek. Iya, terlihat jelek karena :

  • kalo motret siang hari, muka suka jadi gelap
  • kalo motret tempat gelap, suka kabur gambarnya
  • kalau pakai flash, muka jadi terlalu terang (wash out)
  • nyaris gak bisa bikin gambar bokeh (apaan tuh ?)

pocket canon ada software oprekannya. silakan buka dan google CHDK. dulu papabonbon sudah pakai juga, tapi malah gak ngerti. soale ada banyak banget settingan yang papabonbon gak ngerti maksud dan tujuannya. misalnya saja :

  • autobracketting
  • multi exposure
  • bisa menghasilkan raw file
  • bisa improve menampilkan rgb curve, menampilkan sisa batere, macam macam rule of third, golden triangle, sisa berapa file lagi memory kita kalau kita jepret pakai raw

Pendeknya macam macam hal yang sbenarnya hanya bisa dilakukan pada kamera DSLR. tapi karena nyaris tidak pernah pakai menu Av, Sv, M (melulu pakai auto hehehe !) ^^ akhirnya yah, gitu deh, download CHDK tetep kagak ngerti aplikasinya.

Setelah 6 bulan pakai DSLR dan intensif ikutan milis alumni yg khusus berkutat dalam hobi fotografi, sekitar dua minggu ini papabonbon baru mencoba memotret pakai raw file dan bagaimana cara mengolah jenis file ini.  Belakangan ada rasa ingin tahu untuk mencobanya di kamera pocket lawas. yap, hasilnya ternyata maknyus.  Jadi masalahnya adalah skill kudu ditingkatkan dulu, masalah alat, pakai apa saja, asal sudah ada ilmunya, bisa deh tetep jalan dengan segala keterbatasannya.

  • foto di atas adalah hasil jepretan file raw dari canon powershoot A630 (thanks to CHDK team)
  • jenis raw yg dihasilkan adalah CRW, diconvert ke DNG dengan program CRW2DNG
  • kalau pakai adobe photoshop CS3, kudu download dulu plug in camera raw biar bisa baca
  • selanjutnya warna dipertegas dengan plug in topaz adjust

baca juga :

http://chdk.wikia.com/wiki/CHDK_for_Dummies

Black & White dengan Silver Efex Pro

Setelah terpesona dengan hasil jepretannya kang Asep Jusup Tadjoel Arifin di galery fesbuknya, kepingin banget supaya bisa jepret yang asik seperti itu.  galerynya kang asep bisa dilihat di sini.  Kudu jadi temannya nggak yah buat melihat ?  Kayaknya sih iya.

 

contoh fotonya di atas dari link yang ditampilkan sebelumnya.

Percobaan papabonbon dilakukan dengan menggunakan lensa smc 50 mm f2 dan lensa jupiter 200 mm f4.  mencoba juga dengan lensa kit.  hasilnya bisa dilihat di sini

  • 3 foto pertama menggunakan smc 50 mm f2
  • 2 foto berikutnya dengan jupiter 200 mm f4
  • foto terakhir menggunakan lensa kit (SMC DA Pentax 18-55 mm )

Motretnya sih sudah lama, tapi proses selanjutnya baru tadi pagi dilakukan dengan instal sotosop sekalian nyoba plug in silver efex.  Plug in yang asik banget nih buat otak atik ala BW.  Bahkan ada settingan ala holga dan pinhole
juga.  Menarik.  Tapi saya kayaknya bakalan banyak pakai hight
structure dan push orange filter.  Saya suka settingannya.

Tiga foto pertama hasil jepretan smc A 50mm f2  di http://www.flickr.com/photos/masarcon/sets/72157623303827518/   diedit
dari jpeg berwarna ke BW dengan menggunakan silver efex.  Ada banyak pilihan menarik di sana.  Salah satunya ini.

 

Dua foto yg pakai jupiter 200 mm diolah pakai picassa.

Sementara foto terakhir dari lensa kit di sephia kan pakai picassa.  Kesan saya, silver efex jauh lebih lengkap dalam olah BW dibandingkan yg lain.  picassa maupun iphoto. 

Oh ya, silver efex ini bisa diinstal dan dijadikan plugin bagi photoshop, adobe lightroom maupun apperture (di mac os).

Bagi yang ingin memperdalam, berikut ini sekilas tentang silver efex di sini

lihat juga :