Seru baca judulnya. Yang mempelopori Perda menyusui adalah Klaten. Sebenarnya bagus sih, buat menangkal masalah gizi buruk. Di surabaya saja, berita di Tempo menyebutkan ribuan balita meninggal karena gizi buruk lho [baca : 2.239 Bayi di Surabaya Menderita Gizi Buruk]. Sesuatu yang mungkin tidak pernah dipahami oleh feminis semacam Gadis Arivia.
Di quote laporan tentang Gizi buruk dari Tempo interaktif
TEMPO Interaktif, Surabaya:Anak penderita gizi buruk di Surabaya, Jawa Timur, masih sangat tinggi. Bahkan, data Dinas Kesehatan setempat menyebutkan selama tahun 2007, dari total 11.401 bayi yang diperiksa, terdapat 10.071 bayi yang mengalami kekurangan energi protein (KEP).“Dari jumlah itu, gizi buruk memang masih tinggi atau mencapai 2.239 bayi, sedangkan sisanya 7.832 bayi belum sampai tahap gizi buruk,” tutur Kepala Sub Bidang Kesehatan Dinkes Surabaya, Sri Setyani, di hadapan anggota Komisi D DPRD setempat, Jumat (14/3).
Tapi papabonbon ingin tahu rumusan yang diangkat seperti apa sih ?
Di quote dari Tempo Interaktif – ketika diperdakan di Klaten
Menurut Roni, dalam draf peraturan ini diusulkan seluruh fasilitas umum harus menyediakan ruangan khusus untuk ibu menyusui sehingga pemberian ASI tetap bisa dilakukan. Selama ini banyak ibu yang terpaksa menunda pemberian ASI karena terganjal aktivitasnya atau pekerjaannya.
Di quote dari Kompas :
Ranperda itu diperlukan karena Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada posisi ke-23 di Indonesia sehingga meningkatkan IPM yang berpenduduk 7,4 juta jiwa ini sangat penting.
Setelah ranperda itu disahkan dan diberlakukan, lanjutnya, kampanye penggunaan ASI bagi ibu pascamelahirkan akan semakin mendapat legalitas. Begitu pula pendistribusian susu formula yang turut merambah rumah sakit bersalin atau klinik kebidanan. Dengan kerja sama antartenaga paramedis lokal, distribusi susu formula akan dieliminasi agar pemanfaatan ASI lebih optimal. “Akhir-akhir ini ada kecenderungan ibu-ibu, utamanya yang bekerja, enggan memberikan ASI kepada bayinya pascamelahirkan. Mereka lebih mengandalkan susu formula untuk memenuhi kebutuhan susu bayinya, padahal ASI sangat penting untuk bayi terutama pada enam bulan pertama pertumbuhan,” ujarnya.
Di quote dari Tribun :
Dalam ranperda tersebut salah satu yang ditegaskan adalah pemberikan ASI dua jam pertama setelah melahirkan serta mengantisipasi adanya unsur “pemaksaan” untuk menggunakan susu formula tertentu dengan iming-iming bonus.
Berita yang ada di koran sangat tidak jelas. hehehe … bertanya tanya juga sih [list pertanyaan timbul setelah membaca artikel gadis arivia, jadi anggaplah dengan yakin, bahwa ini adalah tuntutan kejelasan dari seorang feminis], kita lihat bagaimana wakil rakyat akan menjawab pertanyaan pertanyaan ini :
- kalau ibu yang asinya kurang bagaimana ?
- kalau yang asi nya sama sekali tidak bisa keluar ?
- kalau yang ibu bekerja, apa pemerintah makasar akan memberikan legalitas cuti 6 bulan setelah melahirkan ? enak dong, bisa 9 bulan total cuti tuh, hehehe 🙂 kayak di negara negara skandinavia yang sosialis. beneran nih, pemda kita siap buat ini ?
- yg ini pertanyaan yang feminis banget : wanita punya hak menentukan pilihan atas tubuhnya sendiri, negara tidak boleh sok berkuasa mengatur tubuh wanita. apa hak pemda memaksa wanita untuk menyusui atau memdberikan sufor ? itu adalah hak wanita untuk menentukan.
tapi kalau pemda makasar tahunya cuman bikin ruang menyusui di mall panakukkang, haiyah, itu mah tidak mempermudah persoalan … :p
Lagi pula kalau mau meningkatkan angka IHM dengan cara ibu menyusui, papabonbon kutipkan daftar 10 negara teratas yang menyusui bayinya secara eksklusif di atas 4 bulan.
Burundi 74.3
Chile 73.2
China 67.1
Egypt 67.9
Ethiopia 83.8
Korea, Dem. Rep. 96.5
Nepal 82.9
Papua New Guinea 75.2
Rwanda 80.5
Uganda 70.0
Data statistik diatas dikeluarkan UNICEF. FYI, Indonesia saja nggak masuk 10 besar, karena angkanya 51.9 % – padahal kalau angka 51.9 persen saja terpenuhi, harusnya IHM nya sudah keren lho, Indonesia ini …:). hemmm, kalau dilihat sepintas apakah 10 negara dengan tingkat asi eksklusif tertinggi tersebut mencerminkan negara negara yang memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi ? Just curious aja sih .. 🙂
Kesimpulan :
- kampanye ASI eksklusif untuk menangkal gizi buruk, adalah kampanye yang sangat baik
- pemerintah tidak boleh hanya main di perda, tapi harus membuat langkah holistik. [jangan hanya membuat ruang menyusui di mall]
- di sisi lain, kerja sama dengan perusahaan susu untuk penanggulangan balita yang mengalami gizi buruk [terutama yang sudah diatas dua tahun atau yang tidak mendapatkan asi secukupnya] justru upaya yang sangat positif
- posyandu harus digiatkan lagi lewat kerjasama swadaya masyarakat dengan depkes
- kalau pemerintah bisa menjamin ibu menyusui mendapat tambahan cuti 6 bulan untuk asi eksklusif, lebih bagus lagi … 🙂
baca juga :
- tulisan gadis arivia
- http://www.tribun-timur.com/view.php?id=77038&jenis=Makassar
- http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/12/0805139/air.susu.ibu.akan.diperdakan.nah.lho…..
- http://asipasti.blogspot.com/
- http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2007/12/17/brk,20071217-113727,id.html
- http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/03/14/brk,20080314-119254,id.html