Nyetreet dari Pasar ke Pasar

minta ijin kawan kawan semua.

kalau diijinkan, ingin share sedikit hasil nyetrit dari pasar ke pasar.  mulai pasar pacar keling, pasar loak kapas krampung sampai pasar besar malang.  hehehe 😀
senjata : nikon FE, nikkor Ais 50mm f1.4, kodak color 200, canoscan 4400f

dalam perburuan mencari besi tua di pasar besar malang, sepintas dari ketinggian di lantai dua, loss elektronik, suasana pasar tumpah di pasar besar malang. papabonbon mendapatkan mju ii lagi di mari.

pasar besar malang

lapangan rampal, celaket, ngalam
keliling keesokan harinya meninjau suasana pagi di kota malang.  rampal yang dulu terbuka, sekarang lebih tertutup, namun juga lebih cantik. daerah hijau, track lari, tempat halang rintang, lapangan basket dan senam lebih tertata.

sayang, pagar disekeliling lapangan dan hanya satu pintu yang terbuka di antara banyak pintu yang ada membuat hati mencelos, ketika akses ke ruang terbuka hijau jadi bikin susah hati.

lapangan rampal malang. rupanya bukan lagi simbol kebebasan di sana.  tapi simbol kunci jiwa merdeka.

atau jangan jangan jiwa kita sudah digadaikan ? entah pada industri atau pada asap rokok semata. yang pasti, semua demi kecintaan pada kelestarian alam.  hijauuuu !!!

dari malang, kita kembali ke ranah surabaya. konon kabarnya, kota terbesar kedua di indonesia.  tentu setelah jakarta, bogor, tangerang dan bekasi.  hehehe :p  oke lah, let’s jump.  dan sampai jasad kita di pasar pacar keling.

hah !.  siapa bilang di kota besar tidak ada pasar tradisional ? ada bro !  mereka eksis ditengah himpitan hutan beton ibukota. dan ribuan keluarga hidup dari eksistensi pasar ini.

dari salah satu sudut pasar.  LIA ? seperti nama sebuah tempat kursus bahasa inggris yang terkenal huh !

dan siapa bilang pasar tradisonal tempat yang menakutkan bagi fotografer ?  no … no … mereka ramah. bahkan cenderung narsis punya.  😀  hehehe

di sela sela pasar tradisional yang mengisi sela kehidupan kota, ada peninggalan masa lalu teronggok.  bioskop kuna dari jaman baheula. menjadi tempat meletakkan tubh di kala hari terbenam bagi mereka yang tak memiliki rumah dan tempat berteduh permanen di pelosok kota.

dan generasi seniman mengasah bakatnya di mana pun berada

sampailah kemudian kita melangkahkan kaki di persimpangan jalan gembong dan kapas krampung.  surga loakan yang di antaranya menghidupi mahasiswa rudin dari pelosok sampai meraih gelar sarjananya, menghidupi banyak jiwa jiwa yang tak dipedulikan mesin industri dan kuasa pemerintah. semoga jiwa jiwa nestapa bebas dari kungkungan penjara dunia.

udara kota yang menyesakkan.  dikepulkanlah asap, supaya rongga dada ini dapat sedikit bebas.  plus sedikit merebut kenikmatan dunia, yang tidak semua hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berada.

banyak jiwa yang berlalu lalang di mari. dari the innocent one, sampai para orang tua dewasa yang berbahagia dengan kehidupannya.

pembebasan itu kadangkala didapatkan lewat senjata dan tindakan radikal. huffff … apakah itu termasuk kita ?.

ilegal.  sad but true.  pemasok senjata berkeliaran di sekitar kita. memberi jalan short cut untuk meraih dunia.

ataukah ini akan menjadi wajah kita.  jiwa jiwa kerdil di tengah himpitan kerasnya hidup di perkotaan.  BANGGGG !!!

 

baca juga :

http://www.kenrockwell.com/nikon/fe.htm

7 thoughts on “Nyetreet dari Pasar ke Pasar

Tinggalkan Balasan ke Cahya Adi Sampurna Batalkan balasan