Oleh oleh dari training cashflow management di Prasetia Mulya plus ditambah ngobrol ngalor di milis, jadi deh sebuah kesirikan ekonomi terhadap sepak terjang Carrefour ini membuahkan sebuah tulisan. 😀
Dari seorang teman :
Secara kasar transaksi kartu kredit itu cuman 97% buat penjual, 3% lagi
dibagi2 — untuk bank issuer, bank yang punya EDC, sama Visa / MC. Kalo gak salah issuing bank punya porsi yang paling gede, kemudian yang paling kecil Visa / MC nya sebagai yang menjadi link dari kedua pihak (issuer dan EDC). Makanya di Glodok pada gak mau pake kartu kredit, karena duitnya dipotong jadi 3%nya kita yang bayar.Ada beberapa bank yang punya saking banyaknya EDC (yang tempat swipe) mereka menerbitkan kartu sendiri, sehingga gak perlu bayar Visa / MC (contohnya, BCA dengan kartu BCA cardnya). Kalo bank spt ini, mereka dapat semua tuh 3% nya.
Mall besar seperti Carrefour, mainannya adalah cashflow management [tiga
persen udah masuk itungan lah]. Dan karena mereka Perancis dan pelit 😀 ,
makanya sekarang ini mereka kerjasama dengan GE Finance mengeluarkan kartu
belanja sendiri. Ini kartu sama aja seperti kartu kredit. Jadi yg 3 persen
itu dimakan sendiri ama Carrefour, karena dia liaise langsung dengan GE
Finance. Itu satu poin untuk urusan bagaimana caranya mengkonversi para loyal customer Carrefour menjadi pelanggan kartu kredit secara terselubung.
Untuk poin dua, urusan main mainin term of payment [top] terhadap para supplier, ada banyak cerita sedih lain. Lha piye, pemain lokal [yg notabene modalnya terbatas] yg dikorbankan sama trader satu ini –> abis TOP nya dinego, eh, ditunggak lagi pembayarannya 😀 . [secara pemain global saja mereka “agak” berani mainin schedule pembayarannya].
Gimana mereka bisa main begitu ? Lha purchase order seluruh carefour di Indonesia mereka satukan/di polling semua di lebak bulus [bargain power secara volume dan amount langsung jadi signifikan], sementara deliverynya langsung minta di split ke masing masing cabang [plus ke warehouse distribution centre] sama principalnya. Jadi ongkos angkut sukses dialihkan jadi beban penjual.
Kayaknya bahasan senada pernah muncul deh di forum ikastara. Itu juga sebabnya banyak Koperasi TNI/Polri dan pegawai negeri yg notabene berada di kota kecil dan kelas menengah yg beli franchisenya alfamart atau indomaret. Yah, karena inkud [Induk Koperasi] ndak mampu main bargaining power dalam urusan logistic yg kemampuannya secara professional bisa dibandingkan dengan grupnya sampurna atau indomaret itu. [tanya indomaret masih grupnya indofood bukan sih ? seingat saya kayaknya bukan yah?].
Malah kalau lihat Giant/Hero –> mereka satu group dan distribution centrenya di Cibitung, atau kalau lihat Carrefour, di Hero ada produk dengan label Herosave dan di Carrefour ada produk berlabel Bluesky. Itu adalah versi value for money [kualitas paling minimal, dengan harga paling murah] yg dipesan langsung oleh mereka [hero/giant dan C4] kepada principal. Jadi mereka sudah berfungsi sebagai produsen. Bahkan lebih advance dibanding konsep produsen tradisional, karena mereka sudah melakukan outsourcing lini produksinya, dan berfungsi lebih ke sisi sales dan brand/principal.
Konsep KAM – Key Account sendiri jadi makin signifikan bagi para principal di Indonesia, karena boleh didirikan di pusat kota. Padahal konsepnya hypermart di luar negeri dulunya hanya boleh didirikan di remote area.
Bottomlinenya : hypermart sudah menggantikan konsep Koperasi Simpan Pinjam dan Serba Usaha yg dulu dicita citakan Hatta. Go to hell, Hatta. Gitu kali yah, kira kira. 🙂
Note :
Columbia kerja sama dengan GE Finance juga, dan Courts dengan Adira Finance. Maklum toko kecil jualannya makin susah sekarang ini, secara KAM emang mainannya makin gencar abis. 😀
FYI [dari seorang teman yg sama dgn teman di atas]:
Bukan promosi ato apa, tapi kalo pake kartu belanja, 3% nya tidak dimakan
sendiri ama C4 kok…dibalikin 1.5% ke nasabah sebagai cash back…
Jaman emang berubah, Bang. Mereka yang tidak sadar hanya bisa bengong dan berkata “Who moved my cheese?”
Tinggal kita bertanya, di mana peran pemerintah melindungi retail kecil? hehe
sedikit koreksi
Alfamart tidak lagi berada dibawah HM Sampoerna, sudah dijual, karena HM Sampoerna fokus di rokoknya.
btw, masalah barang value for money (istilahnya : private brand) adalah konsekuensi dari makin besar dan kuatnyanya pangsa pasar modern retail. Nah, tentu saja modern retail tergiur akan untung yang lebih besar. Dengan adanya private brand, mereka bisa jualan barang yang lebih murah karena mereka telah memotong ongkos marketing, sehingga menarik bagi konsumen. Nantinya, cuman brand #1 atau #2 aja yang bisa masuk modern retail, khususnya hypermarket, sisanya akan dimakan oleh private brand.
Papabonbon,
Memang risiko pemasok seperti itu. Para pemasok zaman dulu, saat masih ada Golden Truly, dibayarnya tidak langsung, ada yang sebulan, dua bulan bahkan tiga bulan. Demikian juga para pemasok di Pasar Raya. Jadi sebetulnya itulah sebabnya, para pengusaha retail posisinya lemah.
Maka perusahaan yang makin besar, selalu menginginkan dapat mengontrol cash flow nya dari hulu ke hilir. Carrefour bisa kerjasama dengan GE Finance, tapi kalau pelanggan Carrefour harus pake Kartu kredit GE Finance, maka akan seperti Makro …pelanggan ogah datang. Mengapa Carrefour masih laku, karena para konsumen bisa menggunakan berbagai kartu kredit, dari Citibank,. BCA, Visa/Master dsb nya.
menarik pembahasannya 🙂
wah… ternyata cashflow yang Shino bayang tidak sederhana yang diduga ya….
walah, komentarnya menarik menarik nih, bingung mulai dari mana. masing masing bisa jadi bahan bahasan baru sih hwahahahha 🙂
@ bu ratna :
1. awal diskusinya di milis, gara gara sistem kartu kredit itu. kalau belanja pakai kartu kredit kan ternyata 97 % dari harga jual saja yg masuk kantong penjual, sementara 3 persen sisanya dibagi bagi antara issuer credit card dan bank EDC. makanya di glodok, ada banyak penjual yang menaikkan harga 3 persen, jika kita bayarnya pakai kartu kredit. mereka gak mau rugi.
2. ingat kondisi di atas yg masih hangat di indonesia, jadi ingat jaman agatha cristie nulis hercule poirot dan jamannya arthur conan doyle dan sherlock holmes yang sempat ngebahas sang asisten marah marah karena ada toko yg tidak mau menerima kartu kredit.
padahal kan kalau memakai kartu kredit dgn baik dan efisien, bisa membantu mengatur keuangan dan gak repot bawa uang cash kemana mana.
3. C4 sendiri tidak memaksa pelanggannya harus memakai Kartu Belanja Carrefour kok, kan dari transaksinya yg besar, dia bisa nekan sehingga bisa dapat bagian dari 3% tadi, dengan gantinya dia mengizinkan EDC kartu kredit meletakkan mesinnya di gerai gerai C4. makanya kalau masuk Carreour ada banyak pilihan belanja ngutang, dari sumber kredit, kartu belanja C4, adira finance, kartu kredit mandiri, anz panin, kartu kredit BCA, dll.
4. apa cashflow C4 tidak terganggu ? oh tidak, kan mereka bisa menagihkan dgn cepat ke issuer kartu kredit, atau mereka bisa factoring, dan banyak lagi jalan lain ke roma. budaya konsumerisme .. ? iya sih .. 😀
@ nurkholisoh.
rada bingung sih dengan konsep para ekonom UI yg sekarang banyak di pemerintahan, yg sepertinya memang cenderung gak memandang mata pada usaha kecil. capek deh. 🙂
@ andrias ekoyuono.
tentang di hypermart bakalan hanya ada satu atau dua brand, dan sisanya untuk private brand.
1. bagaimana dengan produk susu dan dairy product lainnya, sepertinya kok pilihan makin banyak, sampai sampai distributor ikutan bikin produk. seperti tiga raksa satria yg bikin produgen. KAM sih asik asik aja dengan makin banyaknya produk yg listing. wong trained SPG di setiap outletnya juga mereka dapat gratis dari principal, mereka masih dapat discount harga khusus, mau listing juga biayanya tambah mahal ajah .. 😀 plus kudu naruh deposit segala.
2. Carrefour dengan brand bluesky bermain di barang electronik. yg saya lihat sih, C4 pasang harga tinggi untuk produk global, dan pasang harga serendah rendahnya untuk brand bluesky mereka. sampai tiruan toner printer, dan kabel DKU-5dan c-42 nya nokia yg versi tiruan saja ada lho. belum tv dan dvd player murah meriah itu.
supaya sale untuk produk lain tetap tinggi, justru C4 menempatkan semua jenis brand ada di tempat dia, jadi semua jenis orang dan semua jenis brand ada di tempat yg sama. dan tiap berapa bulan sekali, nembak para principal secara gantian untuk bikin ajang promo besar di tempatnya. kalau perlu main potong harga. sistem hari ini ada 10 ea tv merk xxx 29″ dijual dgn harga hanya 50 %nya. terus pembayarannya main potong dari PO berikutnya. 🙂 alasannya kan ane jual barang ente dgn harga promosi.
Principal dgn nama global mau nolak invoicenya di potong ? POnya bakalan gue tahan! Gimana, mau ? 🙂
“Indonesiaaa., tanah airrrr beeeeta,….
isinya tempat belanja semuaaaaa…”
Ping-balik: Carrefour Makin Menggurita ? « besar pasak, DARIPADA KENTANG
Ping-balik: Ritel Rakus. Salah siapa ? « besar pasak, DARIPADA KENTANG
Ping-balik: Carrefour dan Partner Kartu Kredit yang Baru « Spesial Belut Surabaya
carrefour boleh besar dan megah, tapi urusan belanja di Jogja, Progo ahlinya.. hehehe…
[awam mode]
waduh, ketinggian bahasanya euy…
ane kagak ngarti istilah2 advance gitu, maklum orang awam konsep ekonomi 🙂